Pages

Monday, September 21, 2015

URAIAN FONEM


Di dalam bahasa tidak terlepas perbedaan – perbedaan bunyi – bunyi bahasa. Ahli fonetik berhenti membedakan bunyi – bunyi bahasa yang berlainan ditentukan oleh kemampuannya sendiri dan kemampuan alat – alat atau biasanya leh tujuan khusus analisisnya. Untuk tujuan – tujuan tertentu mungkin ia ingin menarik perbedaan – perbedaan yang lebih halus daripada untuk tujuan lain. Menurut tingkat kehalusan dalam realisasi kebahasaan yang ingin diperolehnya, ia gunakan apa yang disebut transkripsi.
Pembicaraan tentang transkripsi kasar, sewajarnya membawa pengertian kita terhadap fonem. Bunyi yang secara fonetis berbeda dalam lingkungan yang sama yang berpengaruh membedakan kata – kata yang berlainan, dinyatakan dengan fonem – fonem yang berbeda.
Dalam ilmu bahasa, fonem itu ditulis antara dua garis miring, /…/.Jadi dalam bahasa Indonesia /p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan bentuk dan arti.Misalnya:
Pola ------- /pola/
Parang ------ /paraŋ/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia,misalnya dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal kata atau suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ diucapkan secara lepas.
Kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas. Bibir kita masih tetap tertutup rapat waktu mengucapkan bunyi ini, misalnya, /suap/, /atap/, dan /katup/. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonesia mempunyai dua variasi.
Bahasa Indonesia mempunyai 28 buah satuan bunyi yang terkecil pembeda makna, yang biasa disebut dengan istilah fonem, yang terdiri dari :
a.                6 buah fonem vokal, yaitu : a, i, u, e, ӗ, dan o.
b.               22 buah fonem konsonan, yaitu : b, p, t, d, g, k, s, dll.
Di dalam pertuturan fonem – fonem itu bukan merupakan bunyi – bunyi yang berdiri sendiri – sendiri yang satu terlepas dari yang lain, melainkan merupakan kesatuan bunyi yang lebih besar, misalnya kesatuan suku kata dan kesatuan kata.
Kesatuan – kesatuan fonem itu akan saling mempengaruhi, sehingga ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari satu posisi dan dibandingkan dengan posisi lain.
1.      Lafal vokal /a/
Vokal /a/ dilafalkan dengan cara menarik lidah kebelakang dan kebawah,  disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan mulut dibuka lebar – lebar membundar.
2.      Lafal vokal /i/
Vokal /i/ dilafalkan dengan cara menarik lidah kedepan dan keatas,  disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
3.      Lafal vokal /u/
Vokal /u/ dilafalkan dengan cara menarik lidah kebelakang dan keatas,  disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
4.      Lafal vokal /e/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menarik lidah agak kedalam  dan ketengah,  disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut lebih dilebarkan sedikit.
5.      Lafal vokal /ӗ/
Dilafalkan dengan cara menjulurkan lidah kedepan dan ketengah, disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan.
6.      Lafal vokal /o/
Dilafalkan dengan cara menarik lidah jauh kebelakang dan ketengah, disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
7.      Lafal konsonan /b/
Konsonan /b/ dilafalkan dengan cara mula – mula mengatupkan kedua belah bibir rapat – rapat. Lalu udara dari dalam diletupkan dengan tiba – tiba sehingga kedua buah bibir itu terlepas.
8.      Lafal konsonan /p/
Konsonan /p/ dilafalkan dengan cara mula – mula mengatupkan kedua buah bibir rapat – rapat lalu udara dari dalam di letupkan dengan tiba – tiba sehingga kedua bibir itu terlepas.
9.      Lafal konsonan /t/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas,lalu udara diletupkan dengan tiba – tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu.
10.  Lafal konsonan /d/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas, lalu udara diletupkan dengan tiba – tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu.
11.  Lafal konsonan /g/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak, lalu udara diletupkan dari dalam dengan tiba – tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit – langit lunak.
12.  Lafal konsonan /k/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak. Lalu udara diletupkan dengan tiba – tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit – langit lunak itu.
13.  Lafal konsonan /f/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempelkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser.
14.  Lafal konsonan /z/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser.
15.  Lafal konsonan /s/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas.  Lalu udara dihembuskan ke luar secara bergeser.
16.  Lafal konsonan /sy/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu bunyi ujar dihembuskan keluar secara bergeser. Konsonan /sy/ berasal dari bahasa asing.
17.  Lafal konsonan /kh/
Dilafalkan dengan cara mula – mula mendekatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak. Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser. Ucapannya baik pada awal maupun akhir suku kata sama saja.
18.  Lafal konsonan /h/
Dilafalkan dengan cara mula – mula mendekatkan pangkal lidah pada dinding rongga kerongkongan. Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser. Ucapannya baik pada posisi awal ataupun posisi akhir suku kata adalah sama jelasnya.
19.  Lafal konsonan /j/
Dilafalkan mula – mula dengan cara menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu udara dihembuskan ke luar hingga daun lidah terlepas dari langit – langit keras itu. Konsonan /j/ hanya pada posisi awal suku kata saja.
20.  Lafal konsonan /c/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu udara dihembuskan keluar sehingga lidah terlepas dari langit – langit lunak itu. Konsonan /c/ pada awal suku kata saja.
21.  Lafal konsonan /m/
Dilafalkan mula – mula dengan cara merapatkan kedua belahbibir atas dan bawah. Lalu udara dari dalam dihembuskan keluar dengan cara melalui rongga hidung. Ucapannya pada awal dan akhir suku kata itu sama.
22.  Lafal konsonan /n/
Dilafalkan dengan cara menempatkan ujung lidah pada gigi atas. Lalu udara dari dalam dihembuskan keluar melalui rongga hidung. Ucapannya pada posisi awal maupun akhir sama.
23.  Lafal konsonan /ny/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu udara dihembuskan ke luar melalui rongga hidung.
24.  Lafal konsonan /ng/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas. Lalu udara dari dalam dihembuskan keluar melalui rongga hidung.
25.  Lafal konsonan /r/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara dihembuskan ke luar dengan menggetarkan ujung lidah itu.
26.  Lafal konsonan /l/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan ujunng lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara dihembuskan keluar dengan cara melalui sisi kiri dan kanan lidah itu.
27.  Lafal konsonan /w/
Dilafalkan dengan cara mula – mula merapatkan bibir bawah  dengan bibir atas. Lalu udara dihembuskan ke luar dengan disertai secepatnya melepaskan kedua belah bibir itu sehingga udara dapat keluar dengan bebas.
28.  Lafal konsonan /y/
Dilafalkan dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu udara dihembuskan ke luar dengan disertai secepatnya melepaskan daun lidah dari langit – langit keras itu, sehingga udara dapat keluar dengan bebas.
Di bawah ini kami berikan cara menguraikan fonem – fonem bahasa. Kami katakan sebuah  cara karena memang ada beberapa macam cara, akan tetapi yang kami kira paling mudah adalah sebagai berikut:
Pertama          : catatlah bunyi – bunyi yang secara fonetis sama atau mirip.
Kedua             : catatlah bunyi – bunyi yang selebihnya.
Ketiga             : dengan kasar kontras, karena lingkungan yang sama atau yang mirip itu sebagai  fonem – fonem yang berlainan.
Keempat         : dengan dasar linkungan yang komplementer anggaplah bunyi – bunyi yang      fonetis mirip itu sebagai fonem yang sama.
Kelima            : anggaplah semua bunyi – bunyi yang terdapat pada hal “kedua” sebagai fonem – fonem tersendiri.
Keenam          : untuk bunyi – bunyi prosodi diberlakukan cara yang sama untuk menguraikannya.

Contoh :
[pagi]               [curaŋ]             [adat]               [kəras]             [paras]
[bagi]               [juraŋ]              [saraŋ]             [təras]              [bəras]
[tari]                [karuŋ]             [seba?]             [lima]               [tanah]
[dari]               [kaluŋ]             [lima]               [səba?]             [tanah]
[kita]                [sŀsal]              [akar]               [sudu]              [timah]
[gita]                [atap]               [seraŋ]             [təŋah]             [hati]

Data di atas itu kits snggsp sebagai data seluruhnya. Sesuai dengan langkah – langkah yang kami sebutkan diatas, dapatlah diberikan disini hasil dari tiap langkah itu:
Pertama          : [p] - [b],[t] - [d],[c] - [j],[k] - [g]
                             [l] - [r],[m] - [n],[n] - [ŋ],[ə] - [ŀ]
                             [ə] - [a].
Kedua              : [s], [h], [i], [u]
Ketiga              : [p] - [b]          : [pagi] - [bagi], jadi /p/ - /b/
                          [t] - [d]          : [tari] - [dari], jadi /t/ - /d/
                          [c] - [j]           : [curaŋ] - [juraŋ], jadi /c/ - /j/
                          [k] - [g]          : [kita] - [gita], jadi /k/ - /g/
                          [l] - [r]            : [akal] - [akar], jadi /l/ - /r/
                          [n] - [ŋ]          : [tanah] - [təŋah], jadi /n/ - /ŋ/
                          [ə] - [a]          : [səraŋ] - [saraŋ], jadi /ə/ - /a/
Keempat          : [ə] - [ŀ]: [seba?] - [sisal]
                                        [səraŋ] - [sisa?]
                                        [təŋah] - [semu]
                                        [bəras]
                                        [kəras]

[ŀ] terdapat pada bunyi sibilan, sedang [ə] dilingkungan – lingkungan yang  lain, jadi keduanya terdapat dalam lingkungan yang komplementer. Karena itu merupakan varian daripada fonem yang sama. Norma fonem ialah /ə/, dengan varian [ə] dan [ŀ]

Kelima             : /s/, /h/, /i/, /u/.
Keenam           : tidak ada. Jadi fonem – fonem bahasa ini ialah : /p, b, t, d, c, k, g, l, r, m, n, ŋ,ə, a, s, h, i, u/

Demikianlah sebuah contoh analisis fonem – fonem suatu bahasa, yang terbatas datanya. Tentulah pekerjaan seorang penyelidik bahasa tidak habis disini saja, melainkan masih banyak hal – hal yang lain yang perlu dikerjakan dan diberitakannya. Sebagai contoh yang lebih lengkap, kami berikan berikut ini apa – apa yang menjadi perhatian suatu analisis fonem – fonem bahasa, yang kami kutip dan terjemahkan dari sebuah tesis mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris, FKSS, IKIP Malang Pusat, tentang fonem – fonem bahasa Jawa Bagelen. Tidak semua uraiannya kami berikan disini, melainkan hal – hal yang mungkin bisa dipakai sebagai komplemen dari apa yang telah kami uraikan di atas itu, yaitu tentang struktur suku kata, batas suku kata, pembatasan distribusi varian – varian, sedangkan hal – hal lain kami sebutkan judul bagian – bagiannya saja.
Fonem dalam Bahasa Indonesia
sebelum ditemukan sejumlah fonem dalam bahasa Indonesia terlebih akan dirumuskan mengenai pengertian tentang fonem. Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna (Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa, baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti dapat disebut fonem.
Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem. Namun, tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji dengan beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan watak fonem berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Pada umumnya fonem suatu bahasa lebih sedikit daripada jumlah bunyi suatu bahasa.
Berdasarkan kenyataan, ternyata di dalam bahasa Indonesia hanya ditemukan fonem segmental saja, dan bunyi suprasegmental tidak terbukti dapat membedakan arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukannya fonem suprasegmental. Itulah sebabnya dalam kajian berikut ini hanya dibicarakan fonem segmental bahasa Indonesia yang meliputi fonem vocal, fonem konsonan, dan fonem semi konsonan.

1 Fonem Vokal
Ada lima dalil atau lima prinsip yang dapat diterapkan dalam penentuan fonem-fonem suatu bahasa. Kelima prinsip itu berbunyi sebagai berikut :
a.      Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berada dalam pasangan minimal merupakan fonem-fonem.
b.      Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berdistribusi komplementer merupakan sebuah fonem.
c.       Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila bervariasi bebas, merupakan sebuah fonem.
d.      Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, yang berada dalam pasangan mirip merupakan sebuah fonem sendiri-sendiri.
e.      Setiap bunyi bahasa yang berdistribusi lengkap merupakan sebuah fonem.
Di antara kelima dalil diatas, hanya tiga buah dalil yang merupakan dalil yang kuat, yaitu dalil (a), (b), dan (c). dalil (d) dan (e) merupakan dalil yang lemah.
Ada sejumlah pengertian yang harus dipahami didalam dalil-dalil atau didalam prinsip-prinsip diatas. Pengertian-pengertian yang penulis maksudkan , yaitu:
1) Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip
Dasar yang dipakai untuk menentukan apakah bunyi-bunyi itu mirip secara fonetis ataukah tidak ialah lafal dan daerah artikulasi bunyi itu. Bunyi-bunyi yang dapat dikatakan mirip secara fonetis adalah sebagai berikut :
a) bunyi-bunyi yng lafalnya mirip dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [p] dan [b].
b) bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berdekatan. Misalnya, bunyi [b] dan [d].
c) bunyi-bunyi yang lafalnya jauh berbeda dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [b] dan [m].
d) bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berjauhan. Misalnya, bunyi [m] dan [n].
2) Pasanan Minimal
Pasangan minimal merupakan pasangan dua kata dasar yang artinya berbeda, jumlah dan urutan bunyinya sama, dan didalamnya hanya berbeda satu bunyi. Dari sebuah pasangan minimal hanya dapat diperoleh dua fonem. Misalnya, gali [gali] – kali [kali] adalah pasangan minimal dan dari pasangan minimal ini diperoleh dua fonem, yaitu /g/ dan /k/.
3) Distribusi Komplementer
Bilamana dua bunyi dikatakan berada dalam distribusi yang komplementer atau yang mempunyai distribusi yang komplementer? Untuk dapat mengetahui hal ini, perlu dilihat tempat kedua bunyi tersebut berada. Tempatnya dapat ditentukan dengan melihat jenis bunyi yang mengapitnya atau dapat juga ditentukan dengan melihat jenis suku tempatnya berada. Selanjutnya, yang perlu diperhatikan ialah bahwa kedua bunyi tidak pernah saling tukar tempat. Artinya, kalau bunyi yang satu selalu diapait oleh bunyi desis, maka bunyi yang satunya lagi selalu diapait oleh bunyi yang bukan desis. Apabila dua bunyi telah dapat dibuktikan tempatnya seperti ini, mak berarti kedua bunyi itu berada dalam distri busi komplementer atau keduanya berdistribusi komplementer. Demikian pula, kalau ada dua bunyi yang satu selalu ditemulan pada suku terbuka yang satunya lagi selalu ditemukan pada suku tertutup, maka berarti kedua bunyi itu berada dalam distribusi yang komplementer.


No comments:

Post a Comment