Di dalam bahasa tidak terlepas perbedaan – perbedaan
bunyi – bunyi bahasa. Ahli fonetik berhenti membedakan bunyi – bunyi bahasa
yang berlainan ditentukan oleh kemampuannya sendiri dan kemampuan alat – alat
atau biasanya leh tujuan khusus analisisnya. Untuk tujuan – tujuan tertentu
mungkin ia ingin menarik perbedaan – perbedaan yang lebih halus daripada untuk
tujuan lain. Menurut tingkat kehalusan dalam realisasi kebahasaan yang ingin
diperolehnya, ia gunakan apa yang disebut transkripsi.
Pembicaraan tentang transkripsi kasar, sewajarnya
membawa pengertian kita terhadap fonem. Bunyi yang secara fonetis berbeda dalam
lingkungan yang sama yang berpengaruh membedakan kata – kata yang berlainan,
dinyatakan dengan fonem – fonem yang berbeda.
Dalam ilmu bahasa, fonem itu ditulis antara dua
garis miring, /…/.Jadi dalam bahasa Indonesia /p/ dan /b/ adalah dua fonem
karena kedua bunyi itu membedakan bentuk dan arti.Misalnya:
Pola ------- /pola/
Parang ------ /paraŋ/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa lafal
yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam
bahasa Indonesia,misalnya dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada
awal kata atau suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/,
misalnya, fonem /p/ diucapkan secara lepas.
Kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan
secara lepas. Bibir kita masih tetap tertutup rapat waktu mengucapkan bunyi
ini, misalnya, /suap/, /atap/, dan /katup/. Dengan demikian, fonem /p/ dalam
bahasa Indonesia mempunyai dua variasi.
Bahasa Indonesia mempunyai 28 buah satuan bunyi yang
terkecil pembeda makna, yang biasa disebut dengan istilah fonem, yang terdiri
dari :
a.
6
buah fonem vokal, yaitu : a, i, u, e, ӗ, dan o.
b.
22
buah fonem konsonan, yaitu : b, p, t, d, g, k, s, dll.
Di dalam pertuturan fonem – fonem itu bukan merupakan
bunyi – bunyi yang berdiri sendiri – sendiri yang satu terlepas dari yang lain,
melainkan merupakan kesatuan bunyi yang lebih besar, misalnya kesatuan suku
kata dan kesatuan kata.
Kesatuan – kesatuan fonem itu akan saling mempengaruhi,
sehingga ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari satu posisi dan
dibandingkan dengan posisi lain.
1.
Lafal vokal /a/
Vokal /a/
dilafalkan dengan cara menarik lidah kebelakang dan kebawah, disertai dengan menghembuskan udara keluar,
sedangkan mulut dibuka lebar – lebar membundar.
2.
Lafal vokal /i/
Vokal /i/
dilafalkan dengan cara menarik lidah kedepan dan keatas, disertai dengan menghembuskan udara keluar,
sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
3.
Lafal vokal /u/
Vokal /u/
dilafalkan dengan cara menarik lidah kebelakang dan keatas, disertai dengan menghembuskan udara keluar,
sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
4.
Lafal vokal /e/
Vokal /e/
dilafalkan dengan cara menarik lidah agak kedalam dan ketengah,
disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut lebih
dilebarkan sedikit.
5.
Lafal vokal /ӗ/
Dilafalkan
dengan cara menjulurkan lidah kedepan dan ketengah, disertai dengan
menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan.
6.
Lafal vokal /o/
Dilafalkan
dengan cara menarik lidah jauh kebelakang dan ketengah, disertai dengan
menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
7.
Lafal konsonan /b/
Konsonan /b/
dilafalkan dengan cara mula – mula mengatupkan kedua belah bibir rapat – rapat.
Lalu udara dari dalam diletupkan dengan tiba – tiba sehingga kedua buah bibir
itu terlepas.
8.
Lafal konsonan /p/
Konsonan /p/
dilafalkan dengan cara mula – mula mengatupkan kedua buah bibir rapat – rapat
lalu udara dari dalam di letupkan dengan tiba – tiba sehingga kedua bibir itu
terlepas.
9.
Lafal konsonan /t/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas,lalu udara
diletupkan dengan tiba – tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu.
10. Lafal
konsonan /d/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas, lalu udara
diletupkan dengan tiba – tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu.
11. Lafal
konsonan /g/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak,
lalu udara diletupkan dari dalam dengan tiba – tiba sehingga pangkal lidah
terlepas dari langit – langit lunak.
12. Lafal
konsonan /k/
Dilafalkan dengan
cara mula – mula menempatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak. Lalu
udara diletupkan dengan tiba – tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit
– langit lunak itu.
13. Lafal
konsonan /f/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempelkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara
dihembuskan keluar secara bergeser.
14. Lafal
konsonan /z/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara
dihembuskan keluar secara bergeser.
15. Lafal
konsonan /s/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara dihembuskan ke luar secara
bergeser.
16. Lafal
konsonan /sy/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu
bunyi ujar dihembuskan keluar secara bergeser. Konsonan /sy/ berasal dari
bahasa asing.
17. Lafal
konsonan /kh/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula mendekatkan pangkal lidah pada langit – langit lunak.
Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser. Ucapannya baik pada awal maupun akhir suku kata sama
saja.
18. Lafal
konsonan /h/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula mendekatkan pangkal lidah pada dinding rongga
kerongkongan. Lalu udara dihembuskan keluar secara bergeser. Ucapannya baik
pada posisi awal ataupun posisi akhir suku kata adalah sama jelasnya.
19. Lafal
konsonan /j/
Dilafalkan mula
– mula dengan cara menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu
udara dihembuskan ke luar hingga daun lidah terlepas dari langit – langit keras
itu. Konsonan /j/ hanya pada posisi awal suku kata saja.
20. Lafal
konsonan /c/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu
udara dihembuskan keluar sehingga lidah terlepas dari langit – langit lunak
itu. Konsonan /c/ pada awal suku kata saja.
21. Lafal
konsonan /m/
Dilafalkan
mula – mula dengan cara merapatkan kedua belahbibir atas dan bawah. Lalu udara
dari dalam dihembuskan keluar dengan cara melalui rongga hidung. Ucapannya
pada awal dan akhir suku kata itu sama.
22. Lafal
konsonan /n/
Dilafalkan
dengan cara menempatkan ujung lidah pada gigi atas. Lalu udara dari dalam
dihembuskan keluar melalui rongga hidung. Ucapannya
pada posisi awal maupun akhir sama.
23. Lafal
konsonan /ny/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu
udara dihembuskan ke luar melalui rongga hidung.
24. Lafal
konsonan /ng/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas. Lalu udara dari
dalam dihembuskan keluar melalui rongga hidung.
25. Lafal
konsonan /r/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujung lidah pada gusi gigi atas. Lalu udara
dihembuskan ke luar dengan menggetarkan ujung lidah itu.
26. Lafal
konsonan /l/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula menempatkan ujunng lidah pada gusi gigi atas. Lalu
udara dihembuskan keluar dengan cara melalui sisi kiri dan kanan lidah itu.
27. Lafal
konsonan /w/
Dilafalkan
dengan cara mula – mula merapatkan bibir bawah
dengan bibir atas. Lalu udara dihembuskan ke luar dengan disertai
secepatnya melepaskan kedua belah bibir itu sehingga udara dapat keluar dengan
bebas.
28. Lafal
konsonan /y/
Dilafalkan dengan cara
mula – mula menempatkan daun lidah pada langit – langit keras. Lalu udara
dihembuskan ke luar dengan disertai secepatnya melepaskan daun lidah dari
langit – langit keras itu, sehingga udara dapat keluar dengan bebas.
Di
bawah ini kami berikan cara menguraikan fonem – fonem bahasa. Kami katakan
sebuah cara karena memang ada beberapa
macam cara, akan tetapi yang kami kira paling mudah adalah sebagai berikut:
Pertama :
catatlah bunyi – bunyi yang secara fonetis sama atau mirip.
Kedua :
catatlah bunyi – bunyi yang selebihnya.
Ketiga : dengan kasar kontras, karena lingkungan yang sama atau
yang mirip itu sebagai fonem – fonem
yang berlainan.
Keempat : dengan dasar
linkungan yang komplementer anggaplah bunyi – bunyi yang fonetis mirip itu sebagai fonem yang
sama.
Kelima : anggaplah semua bunyi – bunyi yang terdapat pada hal
“kedua” sebagai fonem – fonem tersendiri.
Keenam : untuk bunyi – bunyi prosodi diberlakukan cara yang sama
untuk menguraikannya.
Contoh :
[pagi] [curaŋ] [adat] [kəras] [paras]
[bagi] [juraŋ] [saraŋ] [təras] [bəras]
[tari] [karuŋ]
[seba?] [lima] [tanah]
[dari] [kaluŋ] [lima] [səba?] [tanah]
[kita] [sŀsal] [akar] [sudu] [timah]
[gita] [atap] [seraŋ] [təŋah] [hati]
Data di atas itu kits snggsp sebagai data seluruhnya.
Sesuai dengan langkah – langkah yang kami sebutkan diatas, dapatlah diberikan
disini hasil dari tiap langkah itu:
Pertama : [p] - [b],[t] - [d],[c] - [j],[k] - [g]
[l] - [r],[m] -
[n],[n] - [ŋ],[ə] - [ŀ]
[ə] - [a].
Kedua :
[s], [h], [i], [u]
Ketiga :
[p] - [b] : [pagi] - [bagi], jadi
/p/ - /b/
[t] - [d] : [tari] -
[dari], jadi /t/ - /d/
[c] - [j] :
[curaŋ] - [juraŋ], jadi /c/ - /j/
[k]
- [g] : [kita] - [gita], jadi /k/
- /g/
[l] - [r] :
[akal] - [akar], jadi /l/ - /r/
[n] - [ŋ] :
[tanah] - [təŋah], jadi /n/ - /ŋ/
[ə] - [a] : [səraŋ] -
[saraŋ], jadi /ə/ - /a/
Keempat : [ə] - [ŀ]: [seba?] - [sisal]
[səraŋ] - [sisa?]
[təŋah] - [semu]
[bəras]
[kəras]
[ŀ] terdapat pada bunyi sibilan, sedang [ə] dilingkungan
– lingkungan yang lain, jadi keduanya
terdapat dalam lingkungan yang komplementer. Karena itu merupakan varian daripada fonem yang sama.
Norma fonem ialah /ə/, dengan varian [ə] dan [ŀ]
Kelima : /s/, /h/, /i/, /u/.
Keenam : tidak ada. Jadi fonem – fonem bahasa ini ialah : /p, b,
t, d, c, k, g, l, r, m, n, ŋ,ə, a, s, h, i, u/
Demikianlah sebuah contoh analisis fonem – fonem suatu
bahasa, yang terbatas datanya. Tentulah pekerjaan seorang penyelidik bahasa
tidak habis disini saja, melainkan masih banyak hal – hal yang lain yang perlu
dikerjakan dan diberitakannya. Sebagai contoh yang lebih lengkap, kami berikan
berikut ini apa – apa yang menjadi perhatian suatu analisis fonem – fonem
bahasa, yang kami kutip dan terjemahkan dari sebuah tesis mahasiswa Jurusan
Bahasa Inggris, FKSS, IKIP Malang Pusat, tentang fonem – fonem bahasa Jawa
Bagelen. Tidak semua uraiannya kami berikan disini, melainkan hal – hal yang
mungkin bisa dipakai sebagai komplemen dari apa yang telah kami uraikan di atas
itu, yaitu tentang struktur suku kata, batas suku kata, pembatasan distribusi
varian – varian, sedangkan hal – hal lain kami sebutkan judul bagian –
bagiannya saja.
Fonem dalam Bahasa Indonesia
sebelum ditemukan sejumlah fonem dalam bahasa
Indonesia terlebih akan dirumuskan mengenai pengertian tentang fonem. Fonem
adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna
(Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa, baik
segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti dapat
disebut fonem.
Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem. Namun,
tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji dengan
beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan watak fonem
berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan jumlah bunyi
bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Pada umumnya fonem suatu bahasa lebih
sedikit daripada jumlah bunyi suatu bahasa.
Berdasarkan kenyataan, ternyata di dalam bahasa Indonesia hanya ditemukan
fonem segmental saja, dan bunyi suprasegmental tidak terbukti dapat membedakan
arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukannya fonem suprasegmental.
Itulah sebabnya dalam kajian berikut ini hanya dibicarakan fonem segmental
bahasa Indonesia yang meliputi fonem vocal, fonem konsonan, dan fonem semi
konsonan.
1 Fonem Vokal
Ada lima dalil atau lima prinsip yang dapat diterapkan dalam penentuan
fonem-fonem suatu bahasa. Kelima prinsip itu berbunyi sebagai berikut :
a. Bunyi-bunyi bahasa yang secara
fonetis mirip apabila berada dalam pasangan minimal merupakan fonem-fonem.
b. Bunyi-bunyi bahasa yang secara
fonetis mirip apabila berdistribusi komplementer merupakan sebuah fonem.
c. Bunyi-bunyi bahasa yang secara
fonetis mirip apabila bervariasi bebas, merupakan sebuah fonem.
d. Bunyi-bunyi bahasa yang secara
fonetis mirip, yang berada dalam pasangan mirip merupakan sebuah fonem
sendiri-sendiri.
e. Setiap bunyi bahasa yang
berdistribusi lengkap merupakan sebuah fonem.
Di antara kelima dalil diatas,
hanya tiga buah dalil yang merupakan dalil yang kuat, yaitu dalil (a), (b), dan
(c). dalil (d) dan (e) merupakan dalil yang lemah.
Ada sejumlah pengertian yang
harus dipahami didalam dalil-dalil atau didalam prinsip-prinsip diatas.
Pengertian-pengertian yang penulis maksudkan , yaitu:
1) Bunyi-bunyi yang secara
fonetis mirip
Dasar yang dipakai untuk menentukan apakah bunyi-bunyi itu mirip secara
fonetis ataukah tidak ialah lafal dan daerah artikulasi bunyi itu. Bunyi-bunyi
yang dapat dikatakan mirip secara fonetis adalah sebagai berikut :
a) bunyi-bunyi yng lafalnya
mirip dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [p] dan [b].
b) bunyi-bunyi yang lafalnya
mirip dan daerah artikulasinya berdekatan. Misalnya, bunyi [b] dan [d].
c) bunyi-bunyi yang lafalnya
jauh berbeda dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [b] dan [m].
d) bunyi-bunyi yang lafalnya
mirip dan daerah artikulasinya berjauhan. Misalnya, bunyi [m] dan [n].
2) Pasanan Minimal
Pasangan minimal merupakan pasangan dua kata dasar yang artinya berbeda,
jumlah dan urutan bunyinya sama, dan didalamnya hanya berbeda satu bunyi. Dari
sebuah pasangan minimal hanya dapat diperoleh dua fonem. Misalnya, gali [gali]
– kali [kali] adalah pasangan minimal dan dari pasangan minimal ini diperoleh
dua fonem, yaitu /g/ dan /k/.
3) Distribusi Komplementer
Bilamana dua bunyi dikatakan berada dalam distribusi yang komplementer atau
yang mempunyai distribusi yang komplementer? Untuk dapat mengetahui hal ini,
perlu dilihat tempat kedua bunyi tersebut berada. Tempatnya dapat ditentukan
dengan melihat jenis bunyi yang mengapitnya atau dapat juga ditentukan dengan
melihat jenis suku tempatnya berada. Selanjutnya, yang perlu diperhatikan ialah
bahwa kedua bunyi tidak pernah saling tukar tempat. Artinya, kalau bunyi yang
satu selalu diapait oleh bunyi desis, maka bunyi yang satunya lagi selalu
diapait oleh bunyi yang bukan desis. Apabila dua bunyi telah dapat dibuktikan
tempatnya seperti ini, mak berarti kedua bunyi itu berada dalam distri busi
komplementer atau keduanya berdistribusi komplementer. Demikian pula, kalau ada
dua bunyi yang satu selalu ditemulan pada suku terbuka yang satunya lagi selalu
ditemukan pada suku tertutup, maka berarti kedua bunyi itu berada dalam
distribusi yang komplementer.
No comments:
Post a Comment