Fonem yakni
bunyi bahasa yang dapat/berfungsi membedakan makna kata. Kalau dalam fonetik
misalnya kita meneliti bunyi-bunyi /a/ yang berbeda pada kata-kata seperti yang
terdapat pada kata-kata ini, intan dan pahit. Maka dalam fonemik kita meneliti
apakah perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna/ tidak jika
bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem.
Untuk
mengetahui apakah sebuah bunyi fonem / bukan kita harus mencari sebuah satuan
bahasa biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut. Lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa yang mirip dengan satuan bahasa yang
pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti
bunyi tersebut adalah sebuah fonem karena dia bisa berfungsi membedakan makna
kedua satuan bahasa itu.
Misalnya dalam
kata bahasa Indonesia.
/Laba/
/Raba/
Kedua kata itu mirip
benar. Masing-masing terdiri dari 4 buah bunyi yang pertama mempunyai bunyi
/L/, /a/, /b/, /a/, dan yang kedua mempunyai bunyi /r/, /a/, /b/ dan /a/.
Jika kita bandingkan:
/L/ /a/ /b/ /a/
/R/ /a/ /b/ /a/
Ternyata perbedaannya
hanya pada bunyi yang pertama yaitu bunyi /L/ dan /r/ kesimpulannya bahwa bunyi
/L/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda didalam bahasa Indonesia. Contoh
lain pada kata “baku” dan “bahu” yang masing-masing terdiri dari 2 buah bunyi
maka bunyi /k/ pada kata pertama dan bunyi /n/ pada kata ke 2 masing-masing
adalah fonem yang berlainan yaitu fonem /k/ dan /h/.
Dari kedua buah kata yang
mirip disebut kata-kata yang berkontras minimal (minimal pair).
Jadi untuk
membuktikan sebuah fonem atau bukan harus mencari pasangan minimalnya.
Kendalanya kadang-kadang pasangan minimal ini tidak mempunyai jumlah bunyi yang
persis sama, misalnya “muda” dengan “mudah”. Ini merupakan pasangan minimal
sebab tiadanya bunyi /h/ pada kata pertama dan adanya bunyi /h/ pada kata kedua
menyebabkan kedua kat aitu berbeda-beda makna. Jadi bunyi /h/ adalah sebuah
fonem.
“Teras” dengan “Teras”
Catatan :
Identitas
sebuah fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja, misalnya dalam
bahasa Mandarin (Cina ada fonem /t/ dan fonem /th/ dan /thin/
yang artinya mendengar. Demikian juga dalam bahasa Inggris. Contoh fonem /k/
dan /g/ seperti pada pasangan minimal /back/ dengan /bag/, /beck/ dengan /beg/,
/bicker/ dengan /bigger/, /got/ dengan /get/.
Dalam bahasa
Inggris beban fungsional fonem /L/ dengna /r/ juga tampaknya tinggi, sebab
banyak pasangan minimal kita dapati seperti /lawan/ dengan /rawan/, /bala/
dengan /bara/, /para/ dengan /pala/, /sangkal/ dengan /sangkar/, /bantal/
dengan /bantar/. Sebaliknya oposisi /k/ dan /?/ barangkali hanya pada /sakat/
dengan /sa’at/. Jadi beban fungsionalnya rendah.
-
Bunyi /t/ dengan /th/ dalam bahasa Inggris bukan 2
fonem yang berbeda, tetapi 2 bunyi dari fonem sama yaitu fonem /t/
-
Dalam bahasa Indonesia fonem /i/ tidak punya empat buah
alofon dalam contoh: Cina
Tarik
Ingkar
Kali
Yang kedua dengan
menggunakan/memperhatikan distribusi:
- Distribusi komplementer.
- Distribusi bebas.
Ad.1. Yang dimaksud dengan
Distribusi Komplementer adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa
dipertukarkan juga tidak akan menimbulkan perbedaan makna. Sifatnya tetap pada
lingkungan tertentu contoh fonem /p/ dlaam bahasa Inggris ada 3.
- Pace /pheis/ yang beraspirasi
- Space /spies/ yang tidak beraspirasi
- Map /maep/ yang tidak diletupkan
Ad.2. Distribusi bebas
bahwa alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi /o/ dan /j/
adalah alofon dari fonem /o/ maka pada kata “obat” dilafalkan /obat/ atau /Ébat/.
“Orang” dilafalkan /oraY/ atau /ÉraY/
Dalam distribusi bebas ini
ada operasi bunyi. Yang jelas merupakan 2 buah fonem yang beda karena ada
pasangan minimal tapi dalam pasangan lain ternyata hanya varian bebas seperti
fonem /o/ dan /u/, buktinya pada kata:
/kalung/ =
/kalong/
/lolos/ = /lulus/ Merupakan
varian bebas
/telur/ = /telor/
/lubang/ = /lobang/
Cara
menentukan/mengklasifikasi fonem yang lain dengan cara mengklasifikasikan bunyi
pda fonetik yakni perhatikan unsur supra segmental à ada bunyi vokal dan
konsonan.
Bedanya kalau
bunyi-bunyi vokal ada konsonan ini agak terbatas, sebab hanya bunyi yang
membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem. Itupun hanya tertentu saja.
Fonem segmental yaitu fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil
segmetasi terhadap ujaran arus ujaran.
Fonem supra segmental yaitu fonem yang berupa unsur-unsur supra
segmental/ fonem non segmental.
Jadi pada fonemik ciri
prosodi seperti :
1. Tekanan
2. Durasi (Ritme) lamanya
waktu
3. Nada bersifat fungsional
atau dapat membedakan makna
Contoh dalam bahasa Batak
Kata tuhu (dengan tekanan
pada suku pertama) artinya batu.
tuhu (dengan tekanan pada suku kedua)
berarti ketul.
Dalam Bahasa
Indonesia unsur supra segmental tampaknya tidak bersifat fonemis/pun matemis
namun, intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis, umpamanya kalimat.
Dia membaca komik
Jika 1. Dengan
tekanan pada kata Dia berarti membaca buku itu orang lain.
2. Dengan tekanan pada kata
membaca berarti dia bukan menulis/menjual komik
3. Dengan tekanan pada komik
berarti yang dibacakan bukan Koran. Begitu juga tanpa perubahan struktur hanya
dengan memberi intonasi tanya maka kalimat itu menjadi kalimat tanya dan dengan
memberi intonasi seruan maka kalimat itu menjadi kalimat seru.
Dalam bahasa
Melayu dialek Jakarta kata “tahu” yang diucapkan dengan intonasi biasa berarti
saya mengetahui. Tetapi bila diucapkan dengan pemanjangan bunyi /ta/ maka
berarti saya tidak mengetahui.
Jika kriteria
klasifikasi terhadap fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi
bunyi /fon/ maka penamaan fonem pun sama dengan penamaan bunyi.
Kalau ada
bunyi vokal depan tinggi bundar maka juga ada/akan ada fonem vokal depan tinggi
bundar.
Kalau ada bunyi konsonan
hambar bilabial bersuara maka juga akan ada fonem konsonan hambat bilibial
bersuara.
Perhatikan kekhasan fonem
!!
Kekhasan fonem sama dengan
banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa berapa jumlah fonem yang
dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.
Jumlah fonem bahasa
Inggris ada 24 buah:
- 6 fonem vokal (a i u e ə o)
- 18 fonem konsonan (p t c k b d j g m n η s h r l w dan y)
Ada juga yang menghitung
28 dengan menambah 4 fonem asing (t z f x).
Ada 31 buah + 3 buah fonem
diftong /aw/, /qy/, /oy/.
Ada pula yang menambahkan
karena hanya menganggapnya sebagai alofon dari fonem lain yaitu fonem /k/.
Perhatikan perubahan fonem
Ucapan sebuah fonem dapat
berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungan/pada fonem-fonem lain yang
berada disekitarnya, mialnya /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan
berbunyi /É/ dan jika berada pada silabel
terbuka akan berbunyi /o/.
Perlu diingat perubahan
yang terjadi pada kasis fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis bukan
fonemis. Tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain. Dalam beberapa kasus
lain dalam bahasa-bahasa tertentu ada dijumpai perubahan fonem yang mengubah
identitas fonem itu menjadi fonem yang lain.
Cara
menentukan fonem menurut buku Analisis Bahasa/Fonologi :
- Memperhatikan fungsi pembeda
- Pasangan minimal, beban fungsional, ekafonem, dwifonem, dan alofonemis.
Gambaran secara umum
adalah sebagai berikut:
Untuk dapat
menentukan fonem-fonem suatu bahasa, kita perlu mengetahui seperti diatas. Yang
telah disebutkan:
1. Pasangan minimal dan beban
fungsional
Suatu bunyi
yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dari kata yang lain dapat disebut
sebuah fonem.
Identifikasi
semacam ini bisa diketahui dengan cara mencari dan membandingkannya dengan
pasangan minimal. Perbedaan minimal tersebut biasanya selalu terdapat dalam
kata sebagai konstituen yaitu suatu bagian ujaran. Misalnya “lupa” dan “rupa”
merupakan kata yang jelas berbeda sebagai kata. Dari sudut bunyi perbedaan
tersebut terdapat dalam perbedaan satu bunyi saja dalam masing-masing kata itu,
yaitu /l/ dan /r/ maka kedua fonem itu dalam bahasa Indonesia berbeda secara
fungsional dalam arti tadi dengan kata lain fonem /l/ dan /r/ merupakan
fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jepang memang ada
bunyi /l/ dan /r/ akan tetapi tidak ada pasangan minimal dimana perbedaan
minimal itu terdapat maka dari itu /l/ dan /r/ dalam bahasa Jepang merupakan
fonem-fonem yang berbeda.
Catatan:
Pasangan minimal: seperangkat kata yang sama kecuali dalam hal satu bunyi
saja.
2. Penafsiran ekafonem dan
penafsiran dwifonem
Sya-rat= KV
Pra-ja= KKV
Ker-bau=KV
Ba-u=KV-V
Adakalanya
dalam menggolongkan bunyi tertentu yang kita analisis secara fonetis ke dalam
fonem tertentu, dapat kita hadapi kesulitan khusus misalnya apakah harus kita
tafsirkan bunyi (dengan) bridge pada kata Inggris bridge sebagai satu fonem
(afrikat) atau dua fonem (masing-masing letupan dan frikatif). Kedua macam
penafsiran dalam fonologi masing-masing disebut penafsiran ekafonem
(monophonematic interpretation) dan penafsiran dwifonem (biphonematic
interpretation). Jika kita andaikan bunyi /d/ harus ditafsirkan sebagai satu
fonem. Sebaliknya bila penafsiran ekafonem diberikan kepada /dj/ ada lagi
dengan /tf/ menarik perhatian. Dalam hal /tf/ dwifonemlah yang paling tepat
karena beban fungsionalnya dari oposisi /t/, /i/ tinggi sekali Y share / tear =
ship / tip = fish / fit / f/ tersendiri juga amat sering kita jumpai. Bila /tf/
harus ditafsirkan sebagai dua fonem.
3. Dengan memperhatikan
variasi alofonemis
Alofon adalah
wujud sama seperti variasi bunyi.
Contoh bunyi
/i/ punya variasi /i/ dan /I/
Alofon = variasi
fonem.
Fonem
merupakan suatu wujud yang agak abstrak karena secara konkrit kita selalu
mengucapkan salah satu anggota dari fonem yang bersangkutan.
Kedua
kemungkinan tadi tidak menghabiskan semua variasi diantara “anggota” tadi,
missal pada kata butter bunyi /t/ itu diucapkan dengan letupan samping. Lain
lagi bunyi /t/ sesudah bunyi /b/.
Alofon = salah
satu wujud konkrit mengucapkan sesuatu fonem bahwa diantara alofon-alofon dari
satu fonem kita tidak bisa mengucapkan salah satu semau-maunya. Yang mana
diantara alofon yang harus dipakai tergantung dari bunyi apa yang berdekatan
pada fonem. Jadi alofon yang mana dipilih ditentukan oleh lingkungan
(environment) alofon tersebut.
Variasi
alofonemis termasuk fonologi karena menyangkut kemungkinan konkrit terwujudnya
pengucapan dari sesuatu fonem.