KAU,
MENCATAT DENGAN PUISI
Sosiawan Leak
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
tuhan? uang? kehormatan dan kebebasan?
atau harapan juga impian yang pelan kian hilang
dari kenyataan?
sedang kesederhanaan yang kau idamkan
loyo dan terbelah oleh kedigdayaan masa
atau flu burung yang menggejala
memanah statistik angka-angka
dan pernyataan pejabat negara
yang diuntal iklan di media?
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
sedang undang-undang lebih berpesta
dengan kedangkalan kata-kata
akal budi menemukan penjara dunia
dan cuma pentas hidup di nirwana.
surga
; kata-kata tatkala kita ibadah dan berdoa
demi hati, demi inti
bukan demi
kehidupan semena
bukan demi tuhan, keyakinan atau cinta
telah musna
begitu kita menghitung harganya di kepala
dan kau, memilih
bisu
saat berhadapan
dengan segala
ragu!
Analisis Puisi
Kau, Mencatat Dengan Puisi dengan Teori Riffatere
A.
Analisis
ketidaklangsungan ekspresi puisi dalam puisi Kau, Mencatat Dengan Puisi
Riffatere (1978:1) mengemukan bahwa puisi itu dari waktu
ke waktu selalu berubah disebabkan oleh perbedaan konsep estetik dan evolusi
selera. Akan tetapi ada satu yang tetap yaitu puisi menyatakan suatu hal dengan
arti yang lain. Jadi ada ketaklangsungan ekspresi dalam puisi atau sajak.
Ketaklangsungan ekspresi itu menurut Riffatere (1978:2), disebabkan oleh tiga
hal, yaitu :
1.
Penggantian arti
(displacing of meaning) disebabkan oleh metafora dan metonomi. Metafora dan
Metonimi adalah bahasa kiasan pada umunya, yaitu simile (perbandingan),
Metafora, Personifikasi, Sinekdoki, dan Metonimi.
Dalam
puisi ini penggantian arti terdapat pada bait pertama baris pertama “apakah
yang bisa kau catat dengan puisi” pada bagian ini penyair menyiratkan arti apa
yang dapat dilakukan seseorang di dunia ini. Selain itu juga terdapat pada kata
“tuhan” yang diartikan sebagai kehidupan di akhirat dan kata “uang” diartikan
sebagai kehidupan di dunia.
“sedang
kesederhanaan yang kau idamkan loyo dan terbelah oleh ketidakdayaan masa” yang
diartikan keimanan yang lemah karena adanya pengaruh zaman yang membuat imannya
makin tak kuat.
“flu
burung yang menggejala” diartikan sebagai sifat-sifat yang tidak baik mulai
muncul pada diri seseorang.
“memanah
statistik angka-angka” diartikan sebagai
seseorang yang mencari uang dengan cara yang tidak halal.
“pernyataan
pejabat negara yang diuntal iklan di media” menyatakan sebuah aib-aib yang
dengan mudah disebarluaskan.
Pada
bait kedua
“ sedang
undang-undang lebih berpesta dengan kedangkalan kata-kata” diartikan sebagai
aturan yang mulai tidak tegas dan hanya menyesuaikan apa yang manusia inginkan,
bukan manusia yang menyesuaikan dengan hukumnya.
“akal budi
menemukan penjara duniadan cuma pentas hidup di nirwana” diartikan sebagai kebenaran yang mulai langka karena
sifat-sifat yang buruk, kebenaran yang sesungguhnya akan tampak ketika di surga
nanti.
“; kata-kata
tatkala kita ibadah dan berdoa demi
hati, demi inti bukan demi kehidupan semenabukan demi tuhan, keyakinan atau cinta telah musna
begitu kita menghitung harganya di kepala”
diartikan sebagai doa yang dilakukan bukan karena taqwanya kepada Tuhan atau
rasa cintanya kepada Tuhan melainkan berdoa hanya menuntut keinginannya saja.
“ dan kau, memilih bisu saat berhadapan dengan
segala ragu!” diartikan sebagai seseorang
yang menghadapi masalahnya dengan tindakan yang tidak sesuai dengan norma
agama.
Jadi pada puisi ini diartikan bahwa sesuatu yang
dilakukan oleh seseorang hanya mementingkan kehidupan di dunia saja, dan
melupakan kehidupan di akhirat yang kekal itu.
2.
penyimpangan arti
disebabkan oleh
a.
ambiguitas
disebabkan oleh penggunaan kata-kata, frase, kalimat, atau wacana yang ambigu,
yaitu mempunyai makna yang lebih dari satu dapat ditafsirkan bermacam-macam
menurut konteksnya.
Misalnya
pada kata “Tuhan” bukan diartikan Tuhan sebenarnya melainkan sebuah kehidupa di
Akhirat. Kata “uang” diartikan sebagai kehidupan dunia, bukan uang pada
sesungguhnya. Kata “flu burung” diartikan sebagai sifat-sifat yang tidak baik
mulai muncul pada diri seseorang. Kata “undang-undang” diartikan sebagai
aturan-aturan yang mulai tidak tegas.
b.
Kontradiksi
disebabkan oleh penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis
misalnya pada kalimat “undang-undang mulai berpesta” yang diartikan sebagai kritikan kepada atasan tentang aturan-aturan yang tidak dijalankan dengan semestinya.
misalnya pada kalimat “undang-undang mulai berpesta” yang diartikan sebagai kritikan kepada atasan tentang aturan-aturan yang tidak dijalankan dengan semestinya.
c.
Nonsense adalah
kata-kata yang tidak mempunyai arti yang tidak ada dalam kamus, tetapi
mempunyai makna ghaib atau juga mempunyai makna lain sesuai dengna konteks.
Nonsense berupa deretan bunyi tanpa arti dan banyak terdapat dalam mantra atau
sajak bergaya mantra. Nonsense mempengaruhi dunia ghaib, nonsense juga dapat
bermakna lucu atau kebalikan.
Pada
puisi Kau, Mencatat Dengan Puisi tidak ada kata-kata nonsensenya.
3.
penciptaan arti
disebabkan
oleh pengorganisasian ruang teks, diantaranya
a.
enjambement adalah
peloncatan baris dalam sajak membuat intensitas arti atau perhatian pada kata
akhir atau kata “ yang diloncatkan” kebaris berikutnya.
Misalnya pada
larik pertama bait pertama diloncatkan pada larik pertama bait kedua
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
tuhan? uang? kehormatan dan kebebasan?
atau harapan juga impian yang pelan kian hilang
dari kenyataan?
sedang kesederhanaan yang kau idamkan
loyo dan terbelah oleh kedigdayaan masa
atau flu burung yang menggejala
memanah statistik angka-angka
dan pernyataan pejabat negara
yang diuntal iklan di media?
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
sedang undang-undang lebih berpesta
dengan kedangkalan kata-kata
akal budi menemukan penjara dunia
dan cuma pentas hidup di nirwana.
surga
; kata-kata tatkala kita ibadah dan berdoa
demi hati, demi inti
bukan demi
kehidupan semena
bukan demi tuhan, keyakinan atau cinta
telah musna
begitu kita menghitung harganya di kepala
dan kau, memilih
bisu
saat berhadapan
dengan segala
ragu!
b.
sajak menimbulkan
intensitas arti dan makna liris, pencurahan perasaan pada sajak dan berpola
sajak itu
c.
tipografi adalah
tata huruf dalam sajak yang dapat menciptakan makna.
a).
Tanda tanya (?) yang digunakan pada baris pertama bait pertama dan baris
pertama pada bait kedua menegaskan kepada seseorang apa yang dapat dilakuakan
oleh orang tersebut dengan kehidupannya di dunia ini.
d.
homologue adalah
persejajaran bentuk atau persejajaran baris. Bentuk yang sejajar menimbulkan
makna yang sama.
Pada
bait pertama menggunakan kesejajaran dan keteraturan, sedangkan pada batit kedua
yang mulai adanya perbedaan yang menunjukan makna bahwa kehidupan seseorang
mulai adanya tindakan yang menyimpang dari aturan-aturan.
A.
Pembacaan Semiotik
dalam Puisi Kau, Mencatat dengan Puisi
Untuk konkretisasi puisi dapat diusahakan dengan
pembacaan heuristik dan retrokatif. Pada umumnya bahasa puisi menyimpang dari
penggunaan bahasa biasa,. Oleh karena itu, dalam pembacaan ini semua yang tidak
bisa harus biasa atau dinaturalisasikan sesuai dengan sistem bahasa normatif.
Bilamana perlu, kata-kata dapat diberi awalan atau akhiran, disisipkan
kata-kata supaya hubungan kalimat-kalimat puisi menjadi jelas (pradopo,
2007:295-296).
1.
Pembacaan Heuristik
Pembacaanheuristikterhadappuisi
“Kau, MencatatdenganPuisi” karyaSosiawan Leak dapatdilakukansecaraberikut:
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
(apakah) tuhan?
uang? kehormatan dan kebebasan?
atau harapan juga impian yang pelan (dan) kian
hilang
dari kenyataan?
Sedang(kan) kesederhanaan yang (telah)
kau (idam-) idamkan
(kini) loyo
dan (semakin) terbelah
oleh kedigdayaan masa
atau flu burung yang (juga)
menggejala
memanah statistik angka-angka
dan pernyataan (dari)
pejabat negara
yang (telah) diuntal iklan di media?
apakah yang bisa kau catat dengan puisi?
Sedang(kan) undang-undang lebih
(asyik) berpesta
dengan kedangkalan kata-kata
akal budi (telah)
menemukan penjara dunia
dan cuma (bisa) pentas hidup di nirwana.
surga
; kata-kata tatkala kita ibadah dan berdoa
demi hati, demi inti
bukan demi
kehidupan (yang) semena(mena)
bukan demi tuhan, keyakinan atau cinta
(yang) telah
musna begitu kita menghitung harganya di kepala
dan kau, memilih (untuk) (mem-)bisu
saat (kau)
berhadapan dengan segala (sesuatu)
(yang) ragu!
2.
Pembacaan
Retrokatif
Pada
Bait Pertama ini menerangkan apa yang bisa dilakukan oleh seseorang di dunia
ini, sedangkan keimanan seseorang makin lama semakin melemah karena adanya
perubahan zaman yang melunturkan nilai-nilai yang telah berkembang sejak dulu.
Bait
kedua menerangkan bahwa aturan-aturan
yang mulai tidak tegas, dan sifat-sifat yang baik mulai menghilang. Doa yang
dilakukan bukan karena taqwanya kepada Tuhan atau rasa cintanya kepada Tuhan
melainkan berdoa hanya menuntut keinginannya saja.
B.
Matriks, Model, dan
Varian-varian dalam puisi Kau, Mencatat Dengan Puisi
Matriks :
sesuatu yang dilakukan seseorang dalam hidupnya di dunia
Model :
seorang yang menulis sebuah puisi
Varian Pertama : menggambarkan tentang kehidupan
seseorang di dunia yang semakin tidak memiliki iman karena perkembangan zaman
Varian kedua :
menggambarka tentang sebuah aturan-aturan yang mulai tidak tegas, dan ketaqwaan
seseorang hanyalah sebagai formalitas saja, yang dilakukan tidak didasari rasa
taqwa kepada Tuhan
Dari
matriks, Model, dan Varian yang ada dapat disimpulkan bahwa kehidupan seseorang
di dunia hanyalah sementara dan kehidupan yang kekal adalah kehidupan di
akhirat.
C.
Hubungan
Intertekstual Puisi Kau, Mencatat Dengan Puisi
Prinsip intertekstual adalah prinsip hubungan antar teks
sajak. Sebuah sajak merupakan tanggapan terhadap teks atau sajak-sajak
sebelumnya. Riffatere menyebutnya dengan nama hipogram yang merupakan teks yang
menjadi latar penciptaan teks lain atau yang menjadi latar penciptaan sajak
yang lain (Pradopo, 2007:300)
Sosiawan leak yang
memiliki nama asli Sosiawan Budi Sulistyo adalah seorang aktor, penyair,
penulis dan pembicara. Ia aktif berkesenian sejak 1987 dalam bidang teater dan
sastra meski belakangan juga melakukan kerja kreatif di bidang musik dan
kolaborasi antarcabang kesenian. Puisi yang ia hasilkan bisa dikatakan dinamis.
Ia adalah seorang penyair dan deklamator yang sering melakukan perjalanan
sastra di berbagai kota di Indonesia. Ia berpendapat bahwa puisi-puisi karyanya
selalu berusaha menangkap apa yang terjadi di masyarakat.
Dalam puisi ini
yang menjadi hipogram adalah kehidupan seseorang di zaman yang modern seperti
sekarang ini, yang sudah banyka terpengaruh budaya dari luar yang melunturkan
nilai-nilai religi, budaya, norma,sosial dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment